loading…
Presiden Rusia Vladimir Putin (tengah) pernah sampai kan sokongan agar Kamala Harris (kiri) di didalam pemilu AS menghadapi Donald Trump. Foto/Fox News
Delapan tahun, dua pemilu, dan agresi habis-habisan pada Ukraina lalu, gelembung harapan pernah hilang dan digantikan dengan tegukan schadenfreude yang pahit manis.
walaupun kebijaksanaan konvensional mungkin ialah kalau Kremlin sekali lagi mengharapkan Trump, fenomenanya ialah kalau tidak satu pun dari dua calon presiden AS sekarang ini—Donald Trump dan Kamala Harris —yang mungkin akan berikan semua yang diinginkan Moskow.
Dimulai dengan Trump. Sejak kampanye pemilihan presiden pertkondusifya, calon presiden dari Partai Republik ini pernah menikmati tingkat kekaguman terniscaya dari Moskow. Lebih tepatnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengagumi Trump—begitu juga sebalik nya.
“Putin ialah laki-laki yang pendek dan sombong,” kata Nina Khrushcheva, seorang profesor di The New School di New York dan cicit dari mantan Perdana Menteri Soviet Nikita Khrushchev, seperti di kutip Politico, (5/11/2024).
“Kremlin menyukai fenomena kalau Trump yang tinggi dan kaya sangat mengagumi Putin,” ujarnya. “Itu memberi Putin keunggulan.”
walaupun sosok pribadi Trump yang kuat dan estetika laki-laki kaya itu mungkin tidak disukai kaum puritan di Eropa Barat, kaum elite Rusia tidak asing dengan pamer kekayaan yang mencolok atau, dengan kata lain, kecenderungan otokratis di didalam politikus mereka.
Pemipikirn persekongkolan Trump juga selaras dengan keyakinan yang mengakar kuat di antara banyak orang Rusia, yang didorong sama politisi dan propagkamu mereka, kalau orang Amerika biasa disandera sama negeri yang tersembunyi.
Daya tarik terbesar bagi Kremlin menyinggung Trump, niscaya aja, ialah pendiriannya menyinggung Ukraina.